Pahit,
itu yang kurasakan setiap harinya. Berpi-pil obat menghujaniku. Sedikitnya tak
kurang dari 10 butir pil masuk kedalam tubuhku untuk sekali minum. Belum lagi
jrum infus yang tertanam di tertubuhku tak kunjung dilepas suster. Entah sampai
kapan Aku harus seperti ini. Sakit sudah pasti namun bukan berarti Aku
harus menyesali hidup ini.
Hari ini begitu cerah, Aku duduk di
atas kursi roda, berpayungkan dahan pohon mangga yang rimbun, berpagarkan bungadahlia
warna-warni. Semilir angin menyapaku lembut, berhembus menyelinap ke sela-sela
kerudung. Mengingatkanku masa-masa melankolis dahulu. Ketika elegi cinta
berkenalan denganku. Masa yang sangat singkat namun sangat berarti. Tak bisa
kubendung, air mataku perlahan-lahan menetes jika teringat masa itu. Terutama
jika mengenang Ilham mantan pacarku dahulu.
***
Sebualan
yang lalu Aku dan Ilhan jadian, padahal Aku udah suka sama dia sejak kelas 2
SMA. Tapi gak papalah baru terwujud di akhir Aku kelas 3 SMA ini. Walau 4 bulan
lagi kita berdua lulus. Jujur, Aku masih gak percaya kalau Aku udah jadian sama
Ilham. Kita berdua beda 1800. Ilham orangnya alim, idep, sopan, dan
kasep kalau kata orang sunda bilang. Sedangkan Aku orang yang sembrono, frontal
dan sedikit nyeleneh. Maka dari itu banyak yang memanggil ku Tika Bogi (Boy
Girl) alias tika setengah cowok, setengah cewek. Prilakuku yang seperti itu
mungkin karena Aku kehilangan vigur seorang Ibu yang sudah lama meninggal
semenjak Aku berumur 8 tahun. Ditambah lagi Papah yang selalu sibuk dengan
bisnisnya. Di rumah Aku sering ditinggal pergi. Munkin dari situlah Aku menjadi
anak pembangkang. Tapi sekarang, ada Ilham disampingku yang selalu membantuku
menyelesaikan semua masalah, mulai dari PR, sampai masaah pribadi. Aku seneng
banget punya pacar kaya Ilham. Dia itu pokokny paket lengkap untuk Aku yang
delevery Tuhan kasih.
Sejak
Aku jadian sama Ilham, Aku ngerasa ada
sesuatu dari diriku yang berbeda.
Sekarang Aku menjadi orang yang lebih penyabar dan lebih sopan.
**
Hari-hari
kujalani seperti air mengalir, mengikuti alur yang sudah Tuhan tentukan.
Semakin hari pula hubungan Aku dengan Ilham semakin mesra. Walau pun mesra,
tetap ada batasan-batasan yang Ilham tegaskan. Katanya, ini demi kelangsungan
hubungan kita. Kuturuti semua itu tanpa celoteh dari mulutku, maklum saja ini
kali pertama Aku pacaran.
Aku
banyak belajar pada Ilham mengenai pemahaman agamaku. Apalagi semenjak Ilham
ikut nimbrung di acara Rohis, semakin pula Aku di nasehati olehnya. Sejak saat
itu pula Ilham agak menjauh dariku. Jangankan bermesraan, berjabat tangan saja
Aku tak pernah. Tak seperti dulu setiap Aku ada masalah, Aku selalu larut dalam
pelukannya. Namun sekarang? Jangan ditanya, Dia tak lagi seprti itu. Bahkan
sekarang, jika kita jalan berdua selalu ditemeni sepupunya, namanya Rika.
Marah? Sedah pasti, namun apalah arti kata-kataku baginya, Ilham tetap tak
bergeming dengan semua perkataanku.
Saking
sayangnya Aku pada Ilham, semua perkataanya mulai Aku turuti tanpa protes. Itu
semata-mata karena Aku takut kehilangan Dia. Berkat Dia Aku bisa berubah, gak
kaya dulu, kepribadianku buruk, intonasiku saat bicara pun tidak karuan, keras,
dan seenaknya. Aku salut pada Ilham, Dia begitu telaten membimbingku, bukan
hanya itu, Dia pun mengajariku arti sebuah kehidupan. Katanya, harta bukanlah
segalanya, banyak orang yang kaya raya namun tak bahagia. Benar kata Ilham,
contohnya ya aku ini. Bisa di bilang Aku pun demikian, hartaku cukup, bahkan
bisa di bilang sangat lebih. Namun Aku tak bahagia dengan hartaku itu. Yang
kubutuhkan kasih sayang dan perhatian yang cukup, bukan harta. Aku merasakan
Itu ketika Aku mengenal Ilham
**
Tak seperti biasanya,
setip kali Aku menstruasi sekitar perut dan pinggangku terasa sakit yang amat
hebetnya, bahkan pernah sampai Aku terjatuh pingsan. Seperti tadi pada saat ku
sedang upacara bendera, perutku kembali sakit, rasanya ada sesuatu dalam
perutku yang memaksa untuk keluar. Perutku bak di koyak-koyak. Wajahku pun
pucat. Seketika pandanganku kabur dan perlahan-lahan gelap. “Brug!”...Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar