selamat datang... jangan lupa tinggalkan komentar :) boleh copast asalkan cantumkan sumber yang jelas! Ok! :)

Minggu, 19 Januari 2014

Ku Tunggu Kau di Keabadian Part 1





Pahit, itu yang kurasakan setiap harinya. Berpi-pil obat menghujaniku. Sedikitnya tak kurang dari 10 butir pil masuk kedalam tubuhku untuk sekali minum. Belum lagi jrum infus yang tertanam di tertubuhku tak kunjung dilepas suster. Entah sampai kapan Aku harus seperti ini. Sakit sudah pasti namun bukan berarti Aku harus  menyesali hidup ini.
            Hari ini begitu cerah, Aku duduk di atas kursi roda, berpayungkan dahan pohon mangga yang rimbun, berpagarkan bungadahlia warna-warni. Semilir angin menyapaku lembut, berhembus menyelinap ke sela-sela kerudung. Mengingatkanku masa-masa melankolis dahulu. Ketika elegi cinta berkenalan denganku. Masa yang sangat singkat namun sangat berarti. Tak bisa kubendung, air mataku perlahan-lahan menetes jika teringat masa itu. Terutama jika mengenang Ilham mantan pacarku dahulu.
***
Sebualan yang lalu Aku dan Ilhan jadian, padahal Aku udah suka sama dia sejak kelas 2 SMA. Tapi gak papalah baru terwujud di akhir Aku kelas 3 SMA ini. Walau 4 bulan lagi kita berdua lulus. Jujur, Aku masih gak percaya kalau Aku udah jadian sama Ilham. Kita berdua beda 1800. Ilham orangnya alim, idep, sopan, dan kasep kalau kata orang sunda bilang. Sedangkan Aku orang yang sembrono, frontal dan sedikit nyeleneh. Maka dari itu banyak yang memanggil ku Tika Bogi (Boy Girl) alias tika setengah cowok, setengah cewek. Prilakuku yang seperti itu mungkin karena Aku kehilangan vigur seorang Ibu yang sudah lama meninggal semenjak Aku berumur 8 tahun. Ditambah lagi Papah yang selalu sibuk dengan bisnisnya. Di rumah Aku sering ditinggal pergi. Munkin dari situlah Aku menjadi anak pembangkang. Tapi sekarang, ada Ilham disampingku yang selalu membantuku menyelesaikan semua masalah, mulai dari PR, sampai masaah pribadi. Aku seneng banget punya pacar kaya Ilham. Dia itu pokokny paket lengkap untuk Aku yang delevery Tuhan kasih.
Sejak Aku jadian sama Ilham, Aku ngerasa  ada sesuatu dari diriku yang  berbeda. Sekarang Aku menjadi orang yang lebih penyabar dan lebih sopan.
**
Hari-hari kujalani seperti air mengalir, mengikuti alur yang sudah Tuhan tentukan. Semakin hari pula hubungan Aku dengan Ilham semakin mesra. Walau pun mesra, tetap ada batasan-batasan yang Ilham tegaskan. Katanya, ini demi kelangsungan hubungan kita. Kuturuti semua itu tanpa celoteh dari mulutku, maklum saja ini kali pertama Aku pacaran.
Aku banyak belajar pada Ilham mengenai pemahaman agamaku. Apalagi semenjak Ilham ikut nimbrung di acara Rohis, semakin pula Aku di nasehati olehnya. Sejak saat itu pula Ilham agak menjauh dariku. Jangankan bermesraan, berjabat tangan saja Aku tak pernah. Tak seperti dulu setiap Aku ada masalah, Aku selalu larut dalam pelukannya. Namun sekarang? Jangan ditanya, Dia tak lagi seprti itu. Bahkan sekarang, jika kita jalan berdua selalu ditemeni sepupunya, namanya Rika. Marah? Sedah pasti, namun apalah arti kata-kataku baginya, Ilham tetap tak bergeming dengan semua perkataanku.
Saking sayangnya Aku pada Ilham, semua perkataanya mulai Aku turuti tanpa protes. Itu semata-mata karena Aku takut kehilangan Dia. Berkat Dia Aku bisa berubah, gak kaya dulu, kepribadianku buruk, intonasiku saat bicara pun tidak karuan, keras, dan seenaknya. Aku salut pada Ilham, Dia begitu telaten membimbingku, bukan hanya itu, Dia pun mengajariku arti sebuah kehidupan. Katanya, harta bukanlah segalanya, banyak orang yang kaya raya namun tak bahagia. Benar kata Ilham, contohnya ya aku ini. Bisa di bilang Aku pun demikian, hartaku cukup, bahkan bisa di bilang sangat lebih. Namun Aku tak bahagia dengan hartaku itu. Yang kubutuhkan kasih sayang dan perhatian yang cukup, bukan harta. Aku merasakan Itu ketika Aku mengenal Ilham
**
Tak seperti biasanya, setip kali Aku menstruasi sekitar perut dan pinggangku terasa sakit yang amat hebetnya, bahkan pernah sampai Aku terjatuh pingsan. Seperti tadi pada saat ku sedang upacara bendera, perutku kembali sakit, rasanya ada sesuatu dalam perutku yang memaksa untuk keluar. Perutku bak di koyak-koyak. Wajahku pun pucat. Seketika pandanganku kabur dan perlahan-lahan gelap. “Brug!”...

Bersambung... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar