Dalam - dalam aku mulai mencerna
tiap-tiap perubahan yang nampak darimu. Bisa kubilang ini hal yang lagi-lagi
konyol, bagaimana bisa kau seperti itu disaat aku seperti ini. Ada hal yang
mungkin tak kau sadari. Kadang aku tertawa geli memikirkannya. Ya, bisikan –
bisikan hangat tak jarang ku dengar, isi bisikan-bisikan itu bernada
mengejekmu. Jika kau tahu, kupastikan kau akan teramat malu :D
Aku baru menyadarinya beberapa
waktu belakangan ini. Entah hawa apa yang membuatku peka akan hal ini. Ada
kalanya kita baru menyadari sesuatu di saat sesuatu itu sudah berjalan sangat
lama, artinya kita terlambat menyadarinya. Namun semoga saja tidak untuk kali ini. Kurasa aku belum terlambat untuk
tahu akan semuanya, sebab naluriku berkata demikian.
Jika benar, dahulu aku juga
pernah sepertimu. Sayangnya kau terlambat menyadari atau mungkin tak pernah menyadari seperti aku menyadari
sekarang ini. Waktu itu rasanya terlalu lama aku menduga-duga dalam rasamu,
menduga kau seperti itu atau seperti yang itu. Satu yang ku pahami, menduga tak
semudah yang kukira, ternyata banyak lubang – lubang yang terselip diantaranya.
Jika ada pilihan, aku pasti akan memilih kain lusuh daripada disuruh untuk menduga. Kain lusuh selalu
jujur. Rupanya selalu terlihat nyata, kotor, dan rapuh sesuai kenyataan. Tak
sepertimu yang kadang terlihat sangat kuat atau sangat lemah yang nyatanya
berkebalikan dari itu semua.
Kali ini berbeda yang adalah
kali kedua. Aku menyikapinya dengan cukup tenang, bahkan sesederhana mungkin.
Tak ada lagi ungkapan “Bagai benang kusut, benang merah, atau bagai mencari
jarum di tumpukan jerami” yang ada saat ini adalah menenangkan diri. Yah,
tenang menyikapi setiap perubahan yang nampak padamu.
Mungkin ada satu lagi yang terlewat,
kita sama-sama shame. Akh, kata ini
terlalu sensitive untuk dijelaskan. Kurasa kau tahu bahkan mengerti akan hal
ini. Mungkin hal ini juga yang membuat semua ini jalan di tempat nyaris tak ada
kemajuan, karena jujur saja aku tak memiliki keberanian untuk sekedar memulai.
Aku hanya berani menyunggingkan beberapa bengkokan senyum yang kuharap bisa kau
mengerti. Karena sekali lagi, kita terlalu kaku.
Dan, tak masalah jika kita
selalu seperti ini. Aku benar – benar tak akan kenap-napa. Aku hanya ingin
bersuara, sesungguhnya kita merasakan perasaan sederhana yang sama. Entah itu
rasa apa.