selamat datang... jangan lupa tinggalkan komentar :) boleh copast asalkan cantumkan sumber yang jelas! Ok! :)

Senin, 05 Mei 2014

(Cerpen) Kau Ta'jil Buka Puasaku


Seberkas sinar menerobos jendela kamar, terus menyelusup masuk sampai jatuh ke retina dari celah-celah kelopak mataku. Akh hari sudah subuh, mimpi indah semalam telah membuatku begitu terpulas tidur. Kulangkahkan kaki dengan begitu beratnya menuju kamar mandi. Gemericik air semakin menyadarkanku bahwa fajar memang sudah menyingsing. Shalat subuh sudah kutunaikan, bergegas pergi  bermalas-malasan lagi di singgahsanaku, apalagi kalau bukan kembali ke tempat tidur nan empuk ini. Pagi ini aku tak sarapan. Jadi, waktu sarapan ku pakai untuk tidur sejenak.
            Sudah pukul 6. 45 WIB waktunya aku berangkat ke sekolah. Ets sebentar, sebelum itu aku merapikan kerudung terlebih dahulu, melipat sisi sebelah kanan, lalu sebelah kiri dan mengaitkannya dengan sebuah peniti warna merah, dan selesai. Tas sudah kugendong, sekarang tinggal mengayuh sepeda. “Nanana..nanaa..” pergi ke sekolah sambil bersenandung, bergurau dengan kawan, tertawa bersama. “Eh Bila awas nabrak kodoook...” teriak temanku, sekejap ku belokkan setang sepedaku menghindar dari kodok itu. “La, kamu puasa hari ini?” tanyanya padaku, “Puasa dong!” “Berarti nanti sore kita bisa main sepeda bareng sambil nunggu adzan maghrib dong!” masih dengan sepadaku, “ yah Bil, aku gak bisa. soalnya mau bantu-bantu ibu.”
            Sebagai umat nabi muhammad setiap hari senin dan kamis aku menjalankan puasa sunah. Kata guru ngaji, puasa senin kamis itu bagus. Hari senin itu hari lahir nabi muhammad SAW. Sebagai umatnya itu cara kita selalu ingat padanya. Sedangkan hari kamis, itu hari dimana buku catatan kebaikan kita diserahkan pada yang maha kuasa. Katanya, pada waktu ini kita di sarankan untuk puasa supaya malaikat tidak salah memberikan buku amal kita, seperti ini “Ini buku amal si fulan yang sedang puasa itu!” jadi, ada bedanyalah dengan umat yang lain. Emm percaya atau tidak percaya juga sih, masa malaikat bisa salah? hehe. Aku hanya mengambil sisi positifnya saja. Puasa itu suatu ibadah, dan ibadah adalah pahala.
            Pukul 7.10 aku sudah tiba di gerbang sekolah. Sorot mataku tertuju pada motor warna hitam di sudut parkiran itu. aku hafal benar milik siapa motor itu. Ikhwan, itu motor ikhwan. Sekali, dua, tiga kali aku pernah duduk di motor itu. Dia bukan siapa-siapaku, sekedar sahabat, hanya saja aku selalu bahagia melihatnya. Ya, walau baru motornya saja yang aku lihat. Mungkin, hari ini aku tak boleh melihat apalagi bertemu ikhwan, karena  aku sedang puasa. Bukankah orang yang sedang puasa itu mulut, tangan, mata, telinganya, pokoknya seluruh anggota badannya juga harus ikut dipuasakan? Karena setiap melihat ikhwan terasa ada yang berbeda dalam hatiku. Ini bisa mengurangi pahala puasaku.
            Tiba di kelas suara riuh sudah terdengar dari kelas sebelah, tiba-tiba Heni menghampiri, menarik tanganku. “Apa sih Hen?” ucapku padanya, “Ini loh Bil, aku punya berita bagus, kamu bisa nyasel kalau gak mau dengerin aku!” “Iya, iya, apa, ada apa?” “Ikhwan...” “iyaa Ikhwan kenapa?” “tadi aku denger Ikhwan udah punya cewek!” “Masa sih?” nada suaraku menurun, “Beneran, aku denger tadi pagi dia bonceng cewek, cantik banget. Kulitnya putih, bahkan Bil, saking putihnya, katanya sampai-sampai waktu malam gelappun kulit yang putihnya itu bisa bercahaya lo! Hebat gak tuh!” tutur Heni, “Oh..!” Walau aku tak menyukai Ikhwan, rasanya tetap ada rasa yang menusuk hati ini, apa aku memang menyukainya? Bukan, aku hanya sekedar kagum saja.
            Pukul 10.00 sudah waktunya istirahat, perutku terasa menggurutu. Masih terngiang ucapan Heni tentang si cewek cantik itu. Rasa lapar bercampur patah hati berpadu jadi satu. Kuberlari kepintu, ada sesuatu yang menyilaukan mataku terselubung cahaya putih. Oh, itu Ikhwan, haruskah aku memalingkan mataku darinya? Jangan bilang iya, karena ini sayang untuk dilewatkan. Selangkah, dua langkah ia terus mendekat menuju ruang kelasku. Apakah dia ingin bertemu denganku? Pasti bukan. Fiuh,, benar saja, tujuannya bukan untuk bertemu denganku melainkan bertemu dengan temannya, ikbal. Baiklah sepertinya tak ada harapan yang menenangkan hati. Sebaiknya aku pegi saja dari kelas ini, membosankan.
            Akhirnya waktu yang di tunggu-tunggu tiba juga, waktunya pulaaang. Jam sudah menunjukan pukul 2.00, menaiki sepedaku dan bergegas pergi. Benar saja apa kata Heni, kali ini aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Ikhwan membonceng perempun lain. “Itu jok milikku,,,” jeritku dalam hati, karena memang tak pernah ada perempuan lain yang duduk di jok itu selain aku. Ikhwan kau tega padaku...
            Siang ini matahari tak bersahabat denganku, sengatannya begitu kejam kurasakan, semakin membakar hatiku yang sedang panas. Di sepanjang jalan banyak penjual kaki lima yang menjajakan dagangannya. Hatiku kepincut salah seorang penjual, penjual es buah. Siang ini minum es buah pasti segar, manisnya sertawberi, dipadu melon, buah naga, leci, jeruk, ditambah rumput laut yang renyah dan kenyal dan dinginnya es, pasti dahagaku hilang. Sekaligus bisa menyejukkan hatiku yang sedang gersang ini. Namun pikiran itu terganti dengan tempat mie ayam di ujung jalan, tepatnya di bangku nomor dua,  itu tempat aku biasa makan dengan Ikhwan, hatiku semakin kacau saja. “Bila, kamu cuma sahabatan aja sama Ikhwan, gak boleh lebih!!” hatiku beragumen. Sungguh ini rasa yang aneh, baru kali ini aku merasakannya pada Ikhwan. Apa ini rasa cemburu?
            Walah, perutku semakin memberontak, bunyi-bunyian yang keluar sudah seperti bunyi orkestra yang sering dibawakan bang juli saja setiap manggung. Mungkin ini efek karena semalam aku tak sahur, lapaar. Jadi seperti inikah rasa orang yang tak pernah makan, yang biasa orang miskin rasakan, menyedihkan.  Ketika sampai dirumahpun perutku masih saja bergejolak. Ku jatuhkan badan ini menuju singgahsanaku, semoga saja ketika terbangun nanti perutku bisa tidak sakit lagi.
             Bukannya tidur, malahan aku memikirkan cewek cantik itu. Alamak, teringat lagi kata-kata Heni. Memang saat tadi kulihat, orangnya putih. Tapi apa benar, kulit putihnya bisa bercahaya saat gelap gulita? sulit masuk akal. “Heni pasti terlalu lebay!” baiklah kupastikan siang ini aku harus tidur dan saat terbangun nanti aku sudah merasa segar.
            Pukul 3.47 saatnya bangun, tidur siang satu jam sudah lebih dari cukup. Sekarang waktunya beres-beres, mandi, shalat ashar dan berburu makanan sekaligus ngabuburit. Aku suka hal yang satu ini. Biasanya waktu ngabuburit aku gunakan untuk menghafal ayat-ayat Alquran, walau hanya 3 ayat saja yang ku hapal, namun cara ini jitu untuk menambah hapalanku. Tapi ngabuburit kali ini kugunakan untuk main saja, soal omelan umi, itu masalah belakangan.
            Satu jam menuju kumandang adzan maghrib, langit masih terang merona. Mega belum tampak sedari tadi. Sepertinya matahari masih ingin melihatku tersenyum hari ini. Semerbak aroma makanan hilir mudik mampir di hidungku membuat perut semakin keroncongan saja. Mulai dari aroma ayam goreng, lele goreng, ayam bakar, sate. Duh, sungguh menggugah selera. Bingung mau pilih yang mana, namanya nafsu orang puasa, pasti nafsunya besar. Padahal, saat waktu berbuka hanya sedikit saja makanan yang masuk ke perut. Sepertinya kujatuhkan pilihan pada sate, martabak, dan jus alpukat. Yummy, ketiga menu ini serasa sudah masuk dalam kerongkonganku. Pasti nikmat sekali.
            Kejadian yang membuatku terpana sore ini masih ketika di kios es buah, tak sengaja bertemu dengan Ikhwan, ya Allah senyumnya manis sekali. “Mau beli apa Bila?” tanyanya padaku “oh, eh ini mau beli jus alpukat, ngantri banget ya?” balasku agak kikuk, “Oh, iya..” ikh, hatiku benar-benar aneh. Sekeluit asa bahagia menghampiri. Hatiku berbunga, dahsyat sekali. Ikhwan kau orang  yang bisa membuatku bahagia sekaligus terluka. Gila memang.
            Pukul 18.00 beberapa menit lagi menuju waktu berbuka puasa, perut ku sudah bernyanyi tak merdu, sudah tak bisa berkompromi lagi. Ku rebahkan badanku di sofa, nyaman sekali. Masih teringat peristiwa di kios es buah tadi, akh Ikhwan.. senyummu itu manis meneduhkan, merekahkan jiwa ku ini. Baru saja duduk, adik berteriak-teriak tak jelas “Apa Dek?” “Ada SMS teh,” “Dari siapa?” “Gak tau!! Ini Hpnya” kubaca SMS masuk itu, jantunggku berdentik, ada kata Ikhwan di sana. Ku tekan tombol oke, hpku memproses perintahku itu sedikit lambat, ternyata pesan masuk dari Ikhwan cukup panjang. Pesan itu aku baca perlahan, kata demi kata, perkalimat. Ya tuhan ini mirip dengan surat cinta atau memang surat cinta? Surat cinta elektronik. Aku baca perlahan, nafasku tercekat pada kata “ ,... sebenarnya aku udah pengen bilang ini dari lama banget, tapi karena suatu hal aku  baru bisa bilang itu sekarang. Bila, kamu itu cewek yang beda dari cewek yang lain. Aku suka semua hal tentang kamu, cuek kamu, perhatian kamu, senyum kamu, sampai cemberut kamu. Kamu pasti kaget aku bilang kaya gini, tapi ini yang aku rasain setiap deket sama kamu,...” dadaku terus berdegup kencang “Bila, i love you... will you become my girlfriend??” Bibirku sedikit mengatup dan membentuk setengah lingkaran, hatiku terasa sejuk. Namun aku bingung harus menjawab apa? Mungkinkah menjawab ‘i will’ atau ‘no’ aku benar-benar tak tahu.
Adzan maghrib berkumandang, waktu berbuka puasa sudah tiba. Ikhwan, kau ta’jil buka puasaku, sungguh manis. Baru kali ini aku merasakan ta’jil yang begitu teramat manis, entah kau dapatkan darimana gula yang manis ini. Dari syurgakah? Bukankah syurga masih terkunci? Ahh aku masih tak tau harus menjawab apa. Aku memang menyayangi dan sedikit mencintai ikhwan, tapi aku tak begitu membutuhkannya berada di sampingku sekarang. Kalau begitu, siapakah perempuan yang di bonceng ikhwan tadi? Ini misterius, apa aku yang terlalu cemburu buta? Entahlah aku teramat bingung dengan jawaban yang harus aku beri pada ikhwan.
Aku terkaget, ponselku berbunyi, bergetar, tepat dalam genggamanku. Baiklah, masalah ikhwan aku kesampingkan dahulu dan mengangkat panggilan masuk ini, entah siapa gerangan yang menelefonku. Kugerakan lengan ini dengan lesunya, terlihat nama di layar ponselku. Nama yang tak asing bagiku, entah kenapa aku amnesia sesaat. Aku mengingat-ingat siapa dia? Dan ‘sreg’ sebuah folder terbuka dalam otakku. Ya tuhan itu nomor Ikhwan yang lain, bagaimana bisa aku lupa dengannya? Apa sebegitu luar biasanya kejadian ini bagiku? Sampai-sampai aku hilang ingatan. Aku gugup, masih belum bisa memberikan jawaban yang tepat untuk Ikhwan. Tanpa pikir panjang setelah ingat itu nomor ikhwan, aku mengangkat panggilan masuk ini dan aku masih bingung untuk berkata “i will” atau malah “no”.

Tamat