Menunggu
lalu dilupakan
Saat-saat dimana waktu
dan perasaan tak bisa sejalan. Saat dimana waktu terus berpacu tanpa henti.
Saat kesedihan datang bukan lagi karena kepergian dan saat air mata bukan lagi
pertanda sebuah kesedihan.
Saat dimana kau pergi melupakan
segalanya sedangkan aku mengingat apa-apa yang telah terjadi. Kemarin candamu
manis sekali, tak pernah kubayangkan akan
begini jadinya, sama sekali tidak. Kupikir setidaknya kau pergi namun
sesekali menyapa walau kenyataannya jarak kita terbentang lebar. Aku, aku pasti
akan senang sekali.
Ya, seperti itu. Bukan
begini caranya.
Kau bilang kau ingin
sekali waktu ada disampingku.
Hatiku ini hampir-hampir
saja luluh lantak tak berbentuk, bila saja tak ada angin segar menyapa. Walau
kenyataannya angin segar itu berubah sepersekian detik kemudian menjadi hawa
panas yang lagi-lagi membuat kacau balau.
Jika dihitung-hitung ini
bisajadi rasa kesekian yang kurasa, tentu tak salah jika hati kecil ini
bertanya ‘mungkinkah ini rasa yang abadi?’ dalam sepi semua argument tentangmu
aku siangi, “tak mungkin aku mengulang kesalahan yang sama dilain waktu, itu teramat
bodoh untuk dilakukan kembali, bahkan untuk kesekian kalinya. Ayolah bangun
dari tidurmu!”
Jika tahu akan seperti
ini jadinya aku sungguh sangat menyesal melakukannya kemarin.
Tapi,
Aku terlanjur lelah,
seandainya bisa, aku ingin menghancurkan semua jam di dunia agar tak ada lagi yang seperti ini. Atau aku
ingin menghentikan waktu dan jika kau
sudah kembali waktu itu akan ku putar lagi. Karena menunggu adalah hal yang
paling membosankan. Terlebih lagi menyadari kenyataan bahwa mungkin kau tak
akan kembali. Itu artinya aku akan sangat kesepian. Bukan cuma itu aku juga
harus berusaha bangkit sebelum semuanya terlambat.
Namun sebelum semua itu
terjadi, hanya satu pintaku. Saat kau kembali nanti, bisakah kita berbicara
lagi, ada hal yang ingin kusampaikan. Hanya satu hal saja, selebihnya terserah
padamu.
Sesaat
setelah kepergianmu
15/12/2014
*Bukan maksud untuk
bergalau-galau ria. Jika ditanya, saya rasa tak mungkin ada satu orangpun yang
mau merasakan rasa galau. Tulisan ini hanya sekelumit rasa yang saya alami dan
saya derita. Barangkali ada juga yang sama seperti saya, hanya saja mereka tak
mengungkapkannya dengan sebuah tulisan. Selalu ada alasan disetiap langkah
maupun pijakan. Sama halnya dengan saya. Karena, sungguh indah dan menyenangkan
bisa mengungkapkan apa yang sedang kita rasa dengan sebuah kata yang terangkai
menjadi kalimat demi kalimat yang sungguh menggugah.
Maka dari itu tak usah
beranggapan bahwa tulisan saya terlalu puitis, ambigu, atau bahkan lebay.
Karena saya memang puitis, ambigu dan lebay. Maklumlah saya ini penyuka sesuatu
yang beraroma tersirat ketimbang tersurat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar